Resensi Film Soekarno

RESENSI FILM SOEKARNO

    IDENTITAS FILM

Judul Film                           : Soekarno

Sutradara                           : Hanung Bramantyo

Editing                                : Cesa David Luckmansya

Tahun pembuatan             : 2013

Durasi                                : 150 minutes



    SINOPSIS



Siapa yang tidak mengenal Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno. Setiap pelajar pasti mengenyam pendidikan sejarah apapun bentuknya. Bapak proklamator bangsa kita ini sangat disegani dan dikenal di tanah air bahkan seluruh dunia. Sepak terjangnya sebagai Presiden pertama kita dan kepiawaiannya dalam dunia politik Internasional menjadi semangat untuk masyarakat Asia lainnya yang terjajah di masa lalu untuk merdeka. Kemerdekaan Indonesia menjadi inspirasi negara negara Asia-Afrika untuk membebaskan diri dari kolonialisme dan imperialisme.

Ceritanya sendiri seperti ‘buku sejarah’. Penggambaran mengenai kehidupan Soekarno terkait dengan masa perjuangan pra-kemerdekaan Indonesia. Adegan dimulai dengan situasi di tahun 1934 saat serdadu marsose pemerintah kolonial Belanda Dutch East Indies menangkap Soekarno dan beberapa rekannya yang tengah berada di rumah Ketua PNI (Partai Nasional Indonesia) Jawa Tengah, dokter Sujudi. Adegan lantas flash-back ke masa kecil Soekarno, dimana saat itu ia yang masih bernama Kusno sakit-sakitan. Ayahnya Raden Soekemi Sosrodihardjo sampai menjalankan ‘laku tirakat’, tidur di bawah ranjang anak lelakinya. Tujuannya adalah agar penyakit itu ‘pindah’ ke tubuhnya. Akhirnya menurut kepercayaan Jawa, nama Kusno dipandang tidak cocok bagi anak itu. Dengan upacara ‘ruwatan’, maka ia pun diganti namanya menjadi Soekarno. Nama ini terinspirasi dari nama tokoh Kurawa yang sesungguhnya berhati mulia, Adipati Karna.

Cerita maju terus ke masa kecil Soekarno yang sempat menjalin “cinta monyet” dengan seorang gadis cilik Belanda bernama Mien Hessel. Namun, justru di sinilah rasa nasionalismenya tumbuh saat ia diusir oleh ayah Mien karena dianggap tidak sederajat. Ketika ia mengikuti rapat-rapat Sarekat Islam yang dipimpin oleh bapak kost-nya Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (HOS Cokroaminoto) ia makin tertarik pada ide kebangsaan. Soekarno muda pun mulai belajar berpidato sendirian di kamarnya dan ketika berusia 24 tahun ia mulai berpidato di berbagai tempat.

Beranjak dewasa, Soekarno mulai aktif di politik. Ia mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai basis organisasinya bersama sejumlah rekan, termasuk Gatot Mangkoepradja. Ia kemudian ditangkap dengan tuduhan menghasut dan berhaluan komunis. Ia, Gatot, dan dua rekan lainnya dipenjara di Banceuy, Bandung. Di saat inilah ia kemudian menyusun pledooi (pembelaan)-nya yang terkenal: “Indonesia Menggugat”. Soekarno tetap dijatuhi hukuman penjara empat tahun, namun dua tahun kemudian dibebaskan.

Soekarno kembali ke politik, tapi kemudian ditangkap lagi dan lantas diasingkan ke Ende, lalu dipindahkan ke Bengkulu. Soekarno lalu menjadi guru relawan di sekolah Muhammadiyah. Di sinilah ia kemudian jatuh hati pada salah satu muridnya bernama Fatmawati. Padahal, saat itu Soekarno masih beristrikan Inggit Garnasih.

Perang Dunia II mencapai Asia dengan masuknya Jepang ke dalam kancah perang dengan membom pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawaii. Kekuatan Jepang dengan cepat melumpuhkan satu demi satu negara di Asia, terutama di Asia Timur dan Tenggara. Indonesia yang waktu itu dikuasai Belanda ikut jatuh, menyusul kalahnya Amerika Serikat dan Inggris di Singapura dan Filipina.

Berbeda dengan Belanda, Jepang bersikap baik kepada Soekarno. Ia dibawa kembali ke Jawa. Tujuan Jepang adalah memanfaatkan Soekarno untuk menarik hati rakyat agar mendukung program 3A yaitu Jepang Cahaya Asia, Jepang Sahabat Asia, Jepang Pelindung Asia. Ia sempat diperbolehkan membentuk PETA (PEmbela Tanah Air) dan PUTERA (PUsat TEnaga Rakyat), serta mengibarkan bendera merah-putih dan menyanyikan Indonesia Raya di seluruh Jawa. Tapi, Soekarno sedih karena Jepang malah menggunakannya untuk mencari tenaga kerja paksa romusha. Di film ini digambarkan bahwa foto Soekarno sedang menjadi ‘mandor’ memang sengaja dibuat Jepang sebagai alat propaganda.

Meski demikian, Soekarno merasa bisa memanfaatkan situasi ini untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Di tengah situasi genting, Soekarno mengalami masalah rumah tangga. Ia menikahi Fatmawati dan menceraikan Inggit. Tak lama kemudian digembirakan dengan lahirnya putra pertamanya, yang diberi nama Guntur Soekarnoputra.

Tanpa diduga, Amerika Serikat yang gusar pada kekalahan di Pearl Harbour menggunakan jalan pintas yang kejam untuk mengakhiri perang. Mereka menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Jepang menyerah kalah. Siaran radio luar negeri yang dilarang berhasil didengarkan oleh beberapa tokoh, terutama Sjahrir. Ia membujuk Soekarno dan Hatta agar mengabaikan janji kemerdekaan dari Jepang, yang rencananya akan diadakan pada tanggal 22 Agustus 1945. Saat Soekarno, Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh ‘tua’ masih mempertimbangkan beberapa hal, kelompok pemuda bergerak. Mereka menculik Soekarno, Hatta dan Fatmawati ke Rengasdengklok pada 15 Agustus 1945. Sjahrir terkejut dan marah. Ia pun mendesak para pemuda untuk mengembalikan keduanya ke Jakarta.

Sesampai di Jakarta, Laksamana Tadashi Maeda meminjamkan rumahnya sebagai tempat merumuskan naskah proklamasi. Bahkan, tokoh-tokoh pergerakan sudah dikumpulkan sebelumnya dan menyambut Soekarno-Hatta saat tiba di rumah Maeda. Akhirnya, diputuskan tiga orang untuk menyusun naskah proklamasi: Soekarno, Hatta dan Ahmad Soebardjo.Ketika naskah itu selesai ditulis tangan, Sayuti Melik ditugaskan mengetiknya.

Acara pun dimulai dengan sambutan singkat dari Soekarno yang dilanjutkan pembacaan naskah proklamasi dan pengibaran bendera Sang Saka Merah Putih yang dijahit Fatmawati diiringi lagu Indonesia Raya. Kemerdekaan Indonesia disambut, peran Soekarno terus berlanjut. Dan bangsa ini terus memantapkan diri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Soekarno akan selamanya dikenang sebagai Bapak Bangsa yang telah membawa Indonesia mencapai kemerdekaannya.

    Kelebihan

Karakter dan penokohan yang kuat. Saya apresiasi buat Ario Bayu yang menurut saya sudah cukup mendekati sosok Sukarno yang sangat berkarakter itu. Yang menurut saya disayangkan dari peran Ario Bayu yakni lebih menonjolkan sisi gloomy dibandingkan sisi kharismatik dan tegasnya. Namun diluar itu menurut saya Ario Bayu sudah cukup pas dan baik dalam menjalankan perannya.Sedangkan untuk pemeran lainnya saya salut dengan pemilihan Maudy Kusnaedi dan Tika Bravani sebagai Inggit dan Fatma. Maudy yang lebih tua 17 tahun dari Sukarno memerankan sosok Inggit yang tegar dan sangat dewasa. Selain itu Tika sebagai pemeran Ibu Fatma yang usianya terpaut kurang lebih sepuluh tahun lebih muda dari Sukarno juga sangat baik dalam menjalankan perannya.

Salah satu kekuatan utama dalam film ini adalah detil sejarah yang rinci dan tidak banyak orang tau. Menurut saya film ini berbeda dengan film Indonesia kebanyakan karena disertai dengan riset yang cukup mendalam. Dan hal ini memunculkan kepuasan bagi para penonton yang ingin melihat film ini dari sisi sejarahnya. Saya pun juga baru mengetahui mengenai beberapa fakta sejarah mengenai Sukarno dari film ini. Seperti misalnya ada fakta bahwa Riwu, anak angkat Sukarno, pada akhirnya menyusul Inggit ketimbang ikut tinggal bersama Sukarno, dan masih banyak lagi.

Saya hanya berharap film ini mampu membuka wawasan masyarakat Indonesia mengenai sisi lainSukarno. Selain itu film ini juga merupakan gerbang bagi anak-anak dan remaja untuk kembali membuka mata dan membaca-baca buku dan teks sejarah.

    Kekurangan

    Film ini sebagaimana tipikal film-film Indonesia pada umumnya, yakni mudah dimengerti. Alur film ini sangat mudah ditebak apalagi bagi yang mengetahui sejarah Indonesia pada periode kemerdekaan. Memang jika dibandingkan dengan film karya Hollywood dengan alur melingkar dan twist yang sulit ditebak.
    Penokohan Sukarno dalam film ini sering digambarkan dalam situasi galau, murung, dan tertekan. Efek penuansaan dalam film ini pun didominasi dengan pencahayaan yang gelap sehingga kesan murung pada sosok Sukarno sebagai tokoh utama semakin terasa. Padahal kita mengenal Sukarno merupakan sosok yang tegas.
    Film ini memaksakan sisi romantisme Sukarno secara salah. Film ini mengangkat Sukarno sebagai seorang yang womanizer. Akan lebih baik jika konflik Sukarno-Inggit-Fatma dalam film ini ditiadakan dan hanya fokus dalam pergulatan dalam mendapatkan kemerdekaan.
    Pembuatan film ini yang hanya disesuaikan dengan selera lokal ala Indonesia. Sehingga banyak adegan yang menurut saya yang tidak penting dan ada beberapa humor kampungan yang belum tentu dimengerti jika penikmat film asing menonton film ini. Padahal film ini membawa nama Sukarno, yang mana nama Soekarno sangat terkenal di banyak negara sehingga kemunculan film ini tidak hanya ditunggu-tunggu masyarakat Indonesia saja tetapi juga masyarakat Internasional.

Related Posts:

0 Response to "Resensi Film Soekarno"

Posting Komentar

Popular Posts

SAHABAT BLOGGER